Skip to main content

Halaqah 057 | Hadits 55

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 16 Syawwal 1441 H / 08 Juni 2020 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 057 | Hadits 55
〰〰〰〰〰〰〰 

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 55


بسم اللّه الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على عبد الله و رسوله محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-57 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil Abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' Al Akhbār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'di rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-55 yaitu hadīts dari Āisyah radhiyallāhu 'anhā. 

عن عائشة :قالت: قال رسول الله ﷺ: ادأوالحدود عن المسلمين ما ستطعتم، فإن كان له مخرخ فخلوا سبيله، فآن الإمام أن يخطىء في العفو خير من أن يخطىء في العقوبة 

_Dari Āisyah radhiyallāhu 'anhā ia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, "Hindarilah menetapkan had  terhadap kaum muslimin semampu kalian. Apabila ada celah untuk bisa tidak memberlakukan hukuman had tersebut, maka biarkanlah dia bebas (terbebas dari hukuman), dikarenakan kesalahan seorang imam dalam bentuk memaafkan terhadap pelaku kejahatan yang berhak mendapatkan had ini lebih baik dibandingkan kesalahan dia (imam) di dalam menghukum, yaitu menghukum orang yang tidak berhak (tidak boleh) dijatuhkan padanya hukuman had."_

(Hadīts riwayat At Tirmidzī dengan jalur marfu' dan mauquf)

Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'di rahimahullāh menjelaskan, bahwasanya hadīts ini menunjukkan adanya perintah agar kita atau seorang hakim menghindari penetapan hukuman had apabila ada syubhat, (yaitu) adanya kesamaran di dalam perkara yang sedang dihukumi.

Apabila keadaan seseorang ini samar (terdapat keraguan), apakah kondisi dia sebagai seorang yang berhak untuk mendapatkan hukuman had karena perbuatan yang dia lakukan atau dia  termasuk orang yang tidak diperlakukan padanya hukuman had dikarenakan keliru atau hal lain, apabila ada syubhat yang seperti ini maka sebaiknya dihindarkan dari dirinya penetapan hukuman had.

Yang demikian ini dikarenakan apabila seorang hakim salah, seorang khadi salah dan kesalahan yang dilakukan adalah dalam bentuk memaafkan pelaku kejahatan dikarenakan adanya kesamaran di dalam perkara, maka kesalahan yang seperti ini lebih ringan dibandingkan kalau dia salah di dalam menetapkan suatu hukuman terhadap orang yang tidak melakukan kejahatan, yaitu dia sebenarnya tidak melakukan perkara yang menjadikan dia seharusnya dihukum tetapi dijatuhi hukuman. 

Kesalahan dalam hal menjatuhkan hukuman lebih berat lebih buruk dibandingkan kesalahan apabila seorang hakim itu keliru di dalam memaafkan karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah Rabb yang Maha Penyayang yang rahmatnya mendahului murkanya. 

Dan syari'atnya dibangun di atas kemudahan yang diberikan kepada umat manusia sehingga kesalahan di dalam memaafkan ini lebih ringan dibandingkan kesalahan dalam menjatuhi hukuman.

Maka dari hadīts yang mulia ini kita mengetahui, bahwasanya hukum asalnya di dalam menjaga hak-hak manusia yaitu darah orang-orang yang ma'shum yang tidak boleh ditumpahkan darahnya. Begitu juga menjaga harta-harta mereka, hukum asalnya adalah wajib dan haram untuk mengambil hak-hak mereka tersebut sampai kita benar-benar yakin ada perkara yang membolehkan untuk mengambil hak itu.

Dan contoh-contoh yang diberikan para ulama di dalam masalah ini yaitu adanya syubhat di dalam menetapkan suatu perkara sehingga tidak ditetapkan hukuman had bentuk-bentuk persyaratan itu banyak disebutkan oleh para ulama di dalam bab-bab tentang hukuman had.

Kemudian Syaikh rahimahullāh juga menjelaskan bahwa dari hadīts ini terdapat dalīl tentang suatu kaidah yaitu kaidah:

 تعارض مفسدتان

Yaitu apabila bertabrakan antara dua mafsadah, kita dihadapkan kepada dua hal yang kita memilih salah satunya dan ternyata keduanya adalah mafsadah, mengandung mafsadah, mengandung kerusakan keburukan, baik keburukan itu merupakan suatu yang benar-benar terjadi atau sesuatu yang sifatnya ihtimar Yaitu (kemungkinan), kemungkinan akan terjadi keburukan, maka kita wajib menempuh upaya untuk bisa menghilangkan mafsadah yang lebih besar, demi meringankan keburukan yang akan terjadi. 

Ini namanya adalah kaidah di dalam mempertimbangkan atau di dalam situasi:

 تعارض مفسدتين بدفع أكبرهما.

Yaitu, apabila terjadi dua mafsadah yang saling berhadapan dan tidak mungkin kita menghilangkan keduanya, maka kita berusaha untuk menghilangkan mana yang paling besar mafsadahnya di antara dua perkara tersebut demi mewujudkan atau demi meminimalisir kerusakan atau mafsadah yang ada.

Demikian penjelasan singkat tentang hadīts yang mulia ini dan semoga ini bermanfaat.

وصلى الله على نبينا محمد و على اله وصحبه و سلم 
______________________________________




Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
-->