Skip to main content

Audio 14 Tauhid dalam niat dan tujuan (Tauhid Uluhiyah), Point 13

بسم الله الرحمن الرحيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
الحمد لله وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى محمد ابن عبد الله وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمنْ وَالَاهُ ، اَمَّا بَعْدُ

Ayyuhal ikhwah wal akhwat rahimanallahu jami'an kembali kita lanjutkan prinsip-prinsip aqidah Ahlussunah Wal Jama'ah point yang ke 13 tentang Wasilah

Wasilah atau sarana disebutkan bahwasanya wasilah-wasilah hukumnya sesuai dengan tujuannya alias tiap sarana itu dihukumi sesuai dengan tujuannya, oleh karena itu setiap wasilah yang mengantarkan kepada perbuatan syirik dalam beribadah kepada Allah atau wasilah yang membuka pintu bid'ah dalam agama atau bersifat bid'ah dalam agama maka keduanya harus dihentikan (dihalangi) tidak boleh dibiarkan

Sebagai contoh dimasa dahulu sifat mengultuskan orang-orang shalih itu diwujudkan dengan menggambar mereka atau membuat simbol-simbol mereka yang dikenal dengan istilah berhala, oleh karena itu mengabadikan gambar orang-orang shalih atau membuat replika mereka berupa patung adalah perbuatan yang diharamkan karena itu bisa mengarah atau menjadi wasilah untuk mengultuskan mereka

Demikian juga apabila gambar-gambar orang shalih tersebut atau patung-patungnya itu diperlakukan secara terhormat seperti ditempatkan ditempat yang tinggi, dipajang maka ini lebih terlarang lagi daripada  ketika dari pada gambar tersebut tidak ditempatkan di tempat-tempat yang terhormat karena kesan pengultusannya akan jauh lebih kecil

Demikian juga ketika seseorang ingin melakukan ibadah akan tetapi dia melakukannya dengan cara yang tidak disyariatkan seperti misalnya mengkhususkan bacaan-bacaan tertentu sebagai wirid (dzikir) dengan jumlah yang tidak diajarkan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan batasan jumlah tertentu atau pada waktu-waktu tertentu yang tidak diajarkan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ atau ditempat-tempat tertentu yang tidak diajarkan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ atau mengaitkan ritual ibadah tadi dengan alasan (sebab-sebab) tertentu yang juga tidak diajarkan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ maka ibadah-ibadah tersebut menjadi wasilah untuk terbukanya pintu bid'ah dalam agama sehingga ibadah itu dihukumi perbuatan bid'ah itu sendiri, walaupun pada dasarnya ritual tersebut tidak dilarang

Contoh misalkan ada seseorang yang mengkhususkan bacaan tasbih 100 kali setiap hendak tidur, dia mengkhususkan (meyakini) dianjurkannya membaca tasbih 100 kali tidak kurang tidak lebih kapan dibaca setiap hendak tidur alasanya apa? dia menganggap bahwa dzikir seperti ini bermanfaat atau dianjurkan bagi orang yang hendak tidur atau menjadikan tidurnya semakin nyenyak menghindarkan dari godaan syaithan

Maka dzikir (bacaan) tasbih ini menjadi wasilah untuk berbuat bid'ah sehingga diapun dihukumi sebagai perbuatan bid'ah karena memang tidak ada anjuran dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk mengkhususkan bacaan tasbih bagi yang hendak tidur dalam bilangan 100 kali yang ada adalah dibaca sebanyak 33 kali kemudian diikuti dengan bacaan tahmid 33 kali kemudian ditutup dengan bacaan takbir 34 kali

Demikian pula ketika yang dikhususkan adalah tempatnya misal ada orang yang mengkhususkan bacaan tertentu ketika dia memasuki masjid padahal tidak diajarkan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kecuali sebatas

بِسْمِ اللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ,اللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ

Atau dengan doa yang lain


أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Namun misalnya dia menambah bacaan tertentu seperti takbir 3 kali, tasbih 3 kali, tahmid 3 kali baru dia masuk masjid maka ini juga menjadi perbuatan yang hukumnya bid'ah dan tidak boleh dilegalkan (harus dihapus) karena setiap perkara-perkara yang diada-adakan terkait dengan tata cara ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ statusnya dalam agam adalah bid'ah dan sesesuatu yang dianggap bid'ah menurut defisni syar'i maka pasti dia merupakan kesesatan, jangan sampai ada anggapan bahwa ada bid'ah yang tidak sesat (bid'ah hasanah) ini adalah anggapan yang keliru karena Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan hal tersebut ini adalah penggalan dari hadits Nabi


كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
setiap perbuatan bid'ah secara (dalam pengertian) syar'i adalah kesesatan dan setiap kesesatan itu akan mengantarkan pelakunya ke neraka oleh karena itu seorang muslim Ahlussunnah Wal Jama'ah harus meyakini bahwa setiap bid'ah adalah kesesatan, karena bid'ah bertentangan dengan sunnah, sesuatu tidak mungkin  dikatakan sebagai bid'ah namun dia dianggap sunnah

Apa yang dinyatakan setiap bid'ah dan benar-benar bid'ah dalam kacamata syari'at maka dia adalah lawan dari sunnah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ karena memang Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjadikan bid'ah sebagai lawannya dalam hadits yang sangat terkenal, haditsnya irbath ibn syariyah beliau mangatakan

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً

Kelak siapa diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku dia akan menyaksikan banyak sekali perselisihan (perbedaan) pendapat
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِ

Maka hendaklah (kewajiban) kalian adalah berpegan teguh dengan sunnahku dan sunnahnya al-khulafa ar-rasyidin sepeninggalku...

lihat bagaiman Nabi mengajarkan sepeninggal beliau sebagai sunnah, demikian pula yang diterapkan al-khulafa ar-rasyidun juga dianggap bagian dari sunnah yang kita juga harus berpegang teguh dengannya, kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melanjutkan
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ

Dan waspadailah oleh kalian perkara-perkara yang baru yang diada-adakan yang sebelumnya tidak dijumpai dizamanku tidak sesuai dengan sunnahku 

فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ

Karena setiap perkara yang baru tadi dalam hal beragama baik dari segi ideologi, ibadah maupun yang semisalnya

فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَاتِ بِدْعَةٍ

Setiap perkara yang baru-baru dalam agama adalah bid'ah 


وَ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Dan setiap kebid'ahan adalah kesesatan 


Jadi inilah keyakinan ahlusunnah wal jama'ah, mereka senantiasa berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan sunnahnya al-khulafa ar-rasyidun, serta apa yang menjadi kesepakatan para salafusshalih dan mereka senantiasa waspada terhadap segala bentuk hal-hal yang baru dalam agama, dalam memahami, mengamalkan, memperjuangkan agama yang itu tidak jarang bertentangan dalam sunnah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ itu sendiri , oleh karena itu kita harus mewaspadai hal-hal seperti ini dan harus mengenal apa ciri-ciri sunnah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan apa ciri-ciri bid'ah

Ciri-siri sunnah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ adalah dia memiliki dalil yang jelas, sesuatu yang dianjurkan berdasarkan Al Quran maupun Hadits yang bisa divalidasi (dipertanggung jawabkan) keabsahannya bukan berdasarkan hadits-hadits yang lemah apalagi hadits-hadits yang palsu (bathil) justru ciri khas daripada bid'ah adalah manakala dia tidak bersandar kepada hadits yang valid setiap bentuk peribadatan yang dasarnya hanyalah hadits-hadits yang lemah maka ini adalah merupakan ciri khas bid'ah adapun ahlussunnah tidak melandaskan ibadah mereka pada hadits-hadits yang lemah apalagi yang bathil tersebut

Kemudian ciri khas bid'ah yang lain adalah manakala suatu ibadah tadi sebab-sebab keberadaannya telah ditemukan dimasa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan tidak ada yang menghalanginya untuk diwujudkan akan tetapi tidak dilakukan dimasa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ jadi setiap perbuatan yang sebabnya sudah ada dimasa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan tidak ada penghalangnya namun tidak diwujudkan dimasa beliau maka ini dinamakan bid'ah

lain halnya dengan apa yang dikenal sebagai al-maslahatul mursalah atau permaslahatan yang bersifat tidak dibahasa secara tegas tidak ada dalil yang menyuruhnya tidak ada pula yang melarangnya ciri khas al-maslahatul mursalah adalah penyebabnya belum ditemukan dimasa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ atau kalaupun penyebabnya telah ditemukan dimasa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ maka ada sesuatu yang menghalanginya untuk diwujudkan dimasa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sehingga walaupun antara bid'ah dengan maslahatul mursalah keduanya memiliki kemiripan yakni sama-sama tidak dijumpai dimasa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

Akan tetapi ada yang membedakan antara bid'ah dengan maslahatul mursalah yaitu bahwa tidak ditemukannya maslahat mursalah karena penyebabnya belum ada dimasa Nabi atau penyebab sudah ada maka ada yang menghalanginya, 

sebagai contoh adalah pembukuan (penulisan) Al Quran dalam satu mushaf hal ini sebabnya belum ditemukan dimasa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ karena apa? karena dia (Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) masih hidup, mereka tidak mengkhawatirkan Al Quran itu akan dilupakan oleh umat karena orang yang kepada turun Al Quran masih hidup, mereka setiap saat bisa bertanya  kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ disamping itu ada sesuatu yang menghalangi yakni karena Al Quran belum tuntas turunnya masih ada ayat-ayat yang mungkin saja lafadzhnya itu dihapus dikemudian hari atau hukumnya dihapus walaupun lafadzh tetap ada oleh karena itu tidak memungkinkan untuk ditulis 

Demikian pula ada surat-surat yang belum lengkap turunnya sebagaimana kita ketahui wahyu yang pertama kali turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5 tidak lengkap ayat 1 sampai terakhir kemudian setelah itu turun penggalan surat Al-Mudatsir sebagian saja tidak seluruhnya, oleh karena itu tidak bisa dibukukan dimasa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ karena wahyu itu belum tuntas 

Contoh lainnya adalah perkembangan ilmu-ilmu keislaman seperti ilmu hadits, tafsir, ushul fiqih,  fiqih, nahwu, sharaf dan lain sebagainya tentunya ini semua tidak termasuk kategori bid'ah karena belum ada sesuatu yang mengharuskan ilmu itu dirumuskan sejak zaman Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

Seiring dengan bertambahnya populasi kaum muslimin dari kalangan non arab maka mulailah ilmu tentang bahasa arab itu perlu dirumuskan

Seiring dengan bertambahnya mata rantai periwayatan hadits tidak hanya hadits itu diriwayatkan oleh sesama sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ namun juga beralih generasi kedua, ketiga dan seterusnya maka mulailah diperlukan ilmu hadits untuk meverikasi hadits 

Demikian pula ilmu ushul fiqih bagaimana kita memahami makna dan maksud dibalik dalil-dalil syar'i ini juga tidak diperlukan dimasa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika ada sesuatu yang belum dipahami mereka langsung bertanya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ lain halnya orang-orang yang hidup sepeninggal beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentunya tidak akan mampu memahami maksud dari suatu dalil syar'i kecuali dia menguasai ilmu ushul fiqih 

Dengan demikian ini adalah hal-hal yang tidak bisa dikategorikan sebagia bid'ah namun hakikatnya dia adalah masuk kategori al maslahat mursalah



والله تَعَالَى أعلم
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pemateri : Ustadz Dr, Sufyan Baswedan LC, MA
Transkrip Oleh Abu Uwais

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
-->