Skip to main content

Audio 3 Kaidah dan Prinsip penerapan dan pengambilan dalil aqidah point 4-7

بسم الله الرحمن الرحيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
الحمد لله وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ للهِ  وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمنْ وَالَاهُ ، اَمَّا بَعْدُ

Para ikhwah dan akhwat kita akan lanjutkan muqaddimah tentang aqidah ahlussunnah wal jamaah  masih berkaitan dengan manhaj ahlussunnah dalam menerima dan menerapkan suatu dalil

Ahlussunnah menganggap bahwa semua yang merupakan ushuluddin bagian yang pokok dari agama ini semua telah dijelaskan oleh Nabi ﷺ


Tidak ada satu pun ajarana agama yang tidak dijelaskan oleh Nabi ﷺ sehingga dengan demikian tidak boleh ada orang yang memasuk-masukan mengait-ngaitkan apa yang tidak menjadi agama atau yang tidak dianggap bagian dari agama islam saat di sempurnakan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ دِينً۬ا‌ۚ
 
"...Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian kucukupkan nikmatKu atas kalian dan telah Ku ridhai silam sebagai (diin) agama islam kalian..." (Surat Al-Maidah : 3)

Al Imam Malik رٙحِمٙهُ اللهُ mengatakan

فما لَم يَكُنْ يَوْمَئذ دينا فَلا يكُونُ اليَوْمَ دينا

Apa saja yang hari itu tidak dianggap sebagai ajaran islam (tidak disangkutpautkan dengan islam) setelah turunnya ayat ini maka berikut-berikutnya tidak boleh disangkutpautkan dengan islam 

Siapapun tidak berhak mengaklaim bahwa apa yang dia lakukan adalah bagian dari islam, selagi dia tidak bisa membuktikan bahwasanya Nabi mengajarkan hal tersebut kita harus yakin bahwasanya ajaran itu bukan begian dari islam

Sehingga dengan demikian aqidahnya atau manhajnya ahlussunnah itu baku sifatnya tidak seperti sesuatu yang banyak celahnya, orang bisa meyusut dari sana dan dari sini tidak seperti itu

Point berikutnya ahlusunnah dalam menghadapi dalil baik Al Quran maupun Sunnah Rasulullah  maka sikap mereka adalah pasrah, tunduk, berserah diri, menurut kepada Allah dan Rasulullah ﷺ secara lahir maupun secara batin

Secara lahir dia menurut dengan melaksanakan semampunya dan menjauhi semampunya secara batin dia menerima, dia legowo, tidak jengkel tidak protes dengan aturan Allah ini, dia yakin ini adalah aturan yang hak aturan yang diturunkan oleh Dzat Yang maha Tahu, Dzat Yang maha Adil, Dzat Yang maha Pengasih, Penyayang, Maha Bijaksana sehingga semuanya ada dalam aturan ini, semua keadilan, semua kasih sayang, semua kebijakan terkandung aturan-aturan yang diturunkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى


Sehingga kalau hawa nafsunya protes tapi dia akan tundukan hawa nafsunya itu untuk melawan keputusan Allah dan keputusan RasulNya 

Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman

وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٍ۬ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُ ۥۤ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ 

"Tidak boleh seorang mukmin maupun mukminah bilamana Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan mereka tidak diperbolehkan sama sekali untuk memilih ketetapan yang lain..." (Surat Al-Ahzab : 36)

Kalau Allah sudah membuat (menyatakan) keputusan tertentu dalam masalah tertentu maka tidak ada pilihan lain bagi orang yang beriman (laki-laki maupun perempuan) kecuali dia taati apa keputusan Allah tadi, ini yang dimaksud dengan pasrah terhadap Allah dan RasulNya lahir maupun batin


Ahlussunah tidak akan menabrak-nabrakan satu ayat dengan ayat yang lain, atau ayat lain dengan hadits Nabi  ﷺ  kalau dua-duanya telah benar (valid) ayatnya tidak dihapus hukumnya, haditsnya juga tidak dihapus hukumnya, maka satu sama lain akan saling menjelaskan tidak akan saling kontradiksi

Apalagi kalau ayat Al Quran dan Hadits Nabi ﷺ ditolak dengan qiyas dengan analogi (logika) tidak akan dilakukan oleh seorang ahlussunnah, demikian menolak dengan perasaannya saja, menurutnya peraturannya tidak adil, menurutnya aturannya tidak sesuai, tidak cocok lagi dengna zaman ini dan lain sebagainya

Ini adalah sikap-sikap yang tidak mungkin dilakukan oelh seorang ahlussunnah wal jamaah apalagi dengan mukasyafah, (mengklaim) bahwasanya dia telah ditunjukkan apa telah ditunjukkan untuk selain dirinya, dia bisa melihat dari masa depan yang orang lain tidak bisa melihat, istilah-istilah yang sering kita dengar dikalangan pengikut tasawuf, ini semua bukanlah dalil tidak pernah bisa dijadikan sebagai alasan untuk menolak kitabullah maupun sunnah Rasulullah ﷺ

Dan ahlussunnah juga tidak akan mempertantangkan antara aturan Al Quran dan aturan sunnah dengan pendapat ulama, siapapun ulamanya, kiyainya, ustadznya, dan imamnya karena mereka Allah dan RasulNya

Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَىِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ‌ۖ

Wahai orang-orang yang beriman jangan sekali-kali engkau mendahului Allah dan RasuNya...(Surat Al Hujarat : 1)

Tunggulah apa keputusan Allah, bukan mendahului, menandingi, menentang bukan seperti itu barakallahu fiykum

Termasuk yang diyakini ahlussunnah adalah bahwasanya akal yang sehat titdak akan bertentang dengan dalil yang shahih, kalau sepintas ada yang bertentangan dengan kontrakdiksi, maka hakikatnya tidak ada kontradiksi hanya saja dia tidak bisa memahami, dia tidak bisa mencerna sehingga itu nampak sebagai sesuatu yang kontradiksi padahal tidaklah demikian

Kalaupun dia tetap tidak bisa memahami maka dia harus mendahululan dalil yang shahih, dia harus me-nomor-duakan akal sehatnya, karena apa ayyuhal ikhwa karena hukum akal adalah sesuatu yang nisbi, sesuatu yang relatif apa yang dianggap masuk akal oleh sebagian orang demikian pula sebaliknya yang tidak masuk akal dianggap masuk akal, yang sulit dimengerti oleh sebagian orang sangat mudah dimengerti oleh sebagian yang lain

Inilah mengapa kita tidak boleh menjadikan akal sebagai tolak ukur, karena akal kita sangat dengan keterbatasan dan berdifat nisbi, beda dengan Hadits Nabi, Al Quranulkarim dan ijma' yaitu sifatnya adalah qath'i

Tidak ayat Al Quran yang salah, tidak ada Hadits Nabi yang salah (keliru), tidak ada ijma' kalaulah benar-benar terjadi ijma' mereka bersepakat untuk sesuatu yang menurut itu tidak mungkin, itu semua telah dijamin oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى


وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا


"...Andai itu berasal selain dari Allah kalian kana temukan perbedaan (perselisihan) yang sangat banyak" (Surat Annisa : 82)

Dan ijma ini sesuatu yang dijaga

إِنَّ أُمَّتِى لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ

Sesungguhnya umatku (Rasulullah) tidak akan berkumpul (bersepakat) sessuatu yang sesat (tidak akan terjadi kespakatan)

Kita membahas dalam perkara-perkara aqidah harus setia dalam menggunakan lafadzh-lafazdh syar'i ketika mejelaskan perkara aqidah kita harus mencukupkan dengan istilah-istilah yang ada dalilnya saja yang diakui digunakan oleh dalil-dalil syar'i istilah itu

Dan kita harus menjauhi lafadzh-lafadzh yang dibuat-buat (bid'ah) misalnya ketika Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى 

Menyebutkan diriNya itu istiwa, maka kita katakan bahwa Allah beristiwa

Menyebutkan diriNya itu begini maka kita sebutkan sesuai dengan lafadzh yang digunakan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Menafikan sifat-sifat tertentu dari diriNya kita juga nafikan sifat-sifat itu dengan istilah yang sama digunakan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى 

Jangan kita merekayasa istilah baru seperti mengatakan bahwasanya Allah tidak punya jasmani (menafikan) sifat jasmani ini tidak pernah  dibahas dalam dalil-dalil, oleh karena itu kita tidak boleh menggunakan istilah ini baik dengan menetapkan maupun dengan menafikan sifat jasmani

Kemudian lafadzh-lafadzh yang memiliki makna ganda kemungkinan bisa dimaknai hak bisa juga dimaknai bathil maka kita harus meminta penafsiran terlebih dahulu dari orang yang menggunakannya, apa maksudnya menggunakan istilah-istilah seperti ini

Kalau dia menafsirkannya dengan penafsiran yang benar maka maknanya kita terima, lafadzhnya kita tolak karen lafadzhnya tidak digunakan dalam dalil-dalil syar'i Allah tidak menggunakan isitilah itu bagir diriNya, Nabi juga tidak menggunakan istilah itu untuk Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى maka kita tolak lafadznya

Namun makna hak yang dia sebutkan itu kita terima, namun sebaliknya jika menyebutkan makna yang bathil maka kita tolak semua lafadzhnya maupun penafsirannya dan ini biasanya ini terkait dengan pembahasan-pembahasan sepitar asma dan sifat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى   dan boleh juga mengenai seputar keimanan secara umum


Misalnya ada sebagian kalangan yang menggunakan istilah tauhid, tapi tauhid dalam defini mereka artinya menafikan sifat Allah, tentunya istilah-istilah tauhid adalah istilah yang syar'i (populer) dalam ilmu-ilmu syar'i akan tetapi ketika dia dimaknai dengan makna yang bathil kita harus tolak makna yang bathil itu

Mereka juga menggunakan istlah amar ma'ruf nahi munkar kelompok yang dikenal dengan kelompok mu'tazilah itu punya 5 pokok ajaran mereka salah satunya adalah amar ma'ruf nahi munkar dan menurut mereka tauhid itu menafikan sifat-sifat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى semua sifat dinafikan

Kemudian mereka juga mempunyai konsep amar ma'ruf nahi munkar tapi versi mereka adalah memberontak kepada penguasa jadi lafadzhnya syar'i tapi maknanya bathil maka kita tolak maknanya, adakala sebaliknya maknanya hak tapi lafazdhnya bathil maka kita tolak lafadzhnya, kalau dua-duanya bathil maka kita tolak dua-duanya

Ini barangkali bagian kedua dari pembahasan tentang manhaj ahlussunnah wal jamaah dalam menerima dan menerapkan dalil-dalil syar'i, mudah-mudahan bermanfaat

والله تَعَالَى أعلم
وَصَلَّى اللهُ عَلَى  نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Pemateri : Ustadz Dr, Sufyan Baswedan LC, MA
Transkrip Oleh Abu Uwais
Download kitab Prinsip-prinsip Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah



Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
-->